Ke-Muhammadiyahan 1

Muhammadiyah adalah sebuah organisasi Islam yang besar di Indonesia. Nama organisasi ini diambil dari nama Nabi MuhammadSAW, sehingga Muhammadiyah juga dapat dikenal sebagai orang-orang yang menjadi pengikut Nabi Muhammad SAW.
Tujuan utama Muhammadiyah adalah mengembalikan seluruh penyimpangan yang terjadi dalam proses dakwah. Penyimpangan ini sering menyebabkan ajaran Islam bercampur-baur dengan kebiasaan di daerah tertentu dengan alasan adaptasi.
Gerakan Muhammadiyah berciri semangat membangun tata sosial dan pendidikan masyarakat yang lebih maju dan terdidik. Menampilkan ajaran Islam bukan sekadar agama yang bersifat pribadi dan statis, tetapi dinamis dan berkedudukan sebagai sistem kehidupan manusia dalam segala aspeknya.
Dalam pembentukannya, Muhammadiyah banyak merefleksikan kepada perintah-perintah Al Quran, di antaranya surat Ali Imran ayat 104 yang berbunyi: Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. Ayat tersebut, menurut para tokoh Muhammadiyah, mengandung isyarat untuk bergeraknya umat dalam menjalankan dakwah Islam secara teorganisasi, umat yang bergerak, yang juga mengandung penegasan tentang hidup berorganisasi. Maka dalam butir ke-6 Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah dinyatakan, melancarkan amal-usaha dan perjuangan dengan ketertiban organisasi, yang mengandung makna pentingnya organisasi sebagai alat gerakan yang niscaya.
Sebagai dampak positif dari organisasi ini, kini telah banyak berdiri rumah sakit, panti asuhan, dan tempat pendidikan di seluruh Indonesia.

SEJARAH
Organisasi Muhammadiyah didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan di Kampung Kauman Yogyakarta pada tanggal 18 November 1912 (8 Dzulhijjah 1330 H).[1]
Persyarikatan Muhammadiyah didirikan untuk mendukung usaha KH Ahmad Dahlan untuk memurnikan ajaran Islam yang menurut anggapannya, banyak dipengaruhi hal-hal mistik. Kegiatan ini pada awalnya juga memiliki basis dakwah untuk wanita dan kaum muda berupa pengajian Sidratul Muntaha. Selain itu peran dalam pendidikan diwujudkan dalam pendirian sekolah dasar dan sekolah lanjutan, yang dikenal sebagai Hogere School Moehammadijah dan selanjutnya berganti nama menjadi Kweek School Moehammadijah (sekarang dikenal dengan Madrasah Mu'allimin Muhammadiyah Yogyakarta khusus laki-laki, yang bertempat di Jalan S Parman no 68 Patangpuluhan kecamatan Wirobrajan dan Madrasah Mu'allimat Muhammadiyah Yogyakarta khusus Perempuan, di Suronatan Yogyakarta yang keduanya skarang menjadi Sekolah Kader Muhammadiyah) yang bertempat di Yogyakarta dan dibawahi langsung oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah
Dalam catatan Adaby Darban, ahli sejarah dari UGM kelahiran Kauman, nama ”Muhammadiyah” pada mulanya diusulkan oleh kerabat dan sekaligus sahabat Kyai Ahmad Dahlan yang bernama Muhammad Sangidu, seorang Ketib Anom Kraton Yogyakarta dan tokoh pembaruan yang kemudian menjadi penghulu Kraton Yogyakarta, yang kemudian diputuskan Kyai Dahlan setelah melalui salat istikharah (Darban, 2000: 34).[2] Pada masa kepemimpinan Kyai Dahlan (1912-1923), pengaruh Muhammadiyah terbatas di karesidenan-karesidenan seperti: YogyakartaSurakartaPekalongan, dan Pekajangan, sekitar daerah Pekalongan sekarang. Selain Yogya, cabang-cabang Muhammadiyah berdiri di kota-kota tersebut pada tahun 1922. Pada tahun 1925, Abdul Karim Amrullah membawa Muhammadiyah ke Sumatera Baratdengan membuka cabang di Sungai Batang, Agam. Dalam tempo yang relatif singkat, arus gelombang Muhammadiyah telah menyebar ke seluruh Sumatera Barat, dan dari daerah inilah kemudian Muhammadiyah bergerak ke seluruh SumateraSulawesi, dan Kalimantan. Pada tahun 1938, Muhammadiyah telah tersebar keseluruh Indonesia.

KETUA UMUM PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH DARI AWAL BERDIRI HINGGA SEKARANG 
Ahmad dahlan.jpg
K.H. Ahmad Dahlan
1912-1923 Yogyakarta
Terpilih menjadi ketua pada Rapat Tahun ke-1 di Yogyakarta

K.H. Ibrahim.jpg
K.H. Ibrahim
1923-1932 Yogyakarta
Terpilih menjadi ketua pada Rapat Tahun ke-12 di Yogyakarta

K.H. Hisyam.jpg
K.H. Hisyam
1934-1936 Yogyakarta
Terpilih menjadi ketua pada Rapat Tahun ke-23 di Yogyakarta

Mas Mansur.jpg
Terpilih menjadi ketua pada Rapat Tahun ke-26 di Yogyakarta

Ki Bagoes Hadikoesoemo.jpg
Ki Bagoes Hadikoesoemo
1944-1953 Yogyakarta
Terpilih menjadi ketua pada Muktamar Darurat di Yogyakarta

Ahmad Rasyid Sutan Mansur.jpg
Buya A.R. Sutan Mansur
1953-1959 Purwokerto
Terpilih menjadi ketua pada Muktamar Ke–32 di Purwokerto

KH M. Yunus Anis.jpg
K.H. M. Yunus Anis
1959-1962 Palembang
Terpilih menjadi ketua pada Muktamar Ke–34 di Palembang

KH Ahmad Badawi.jpg
K.H. Ahmad Badawi
1962-1968 Jakarta
Terpilih menjadi ketua pada Muktamar Ke–35 di Jakarta

Fakih usman.jpg
KH Faqih Usman
1968-1968 Palembang
Terpilih menjadi ketua pada Muktamar Ke–34 di Palembang

AR-Fakhruddin.jpg
K.H. A.R. Fachruddin
1968-1971 & 1971-1990 Makasar
Terpilih menjadi ketua pada Muktamar Ke–38 di Makassar

KH A Azhar Basyir.jpg
K.H. Ahmad Azhar Basyir
1990-1995 Yogyakarta
Terpilih menjadi ketua Muktamar Ke–42 di Yogyakarta

Amien rais.jpg
Prof. Dr. H. Amien Rais
1995-1998 Banda Aceh
Terpilih menjadi ketua pada Muktamar Ke–43 di Banda Aceh

Ahmad Syafii Maarif
1998-2000
Sidang Tanwir & Rapat Pleno 2000-2005 Jakarta
Terpilih menjadi ketua pada Muktamar Ke–44 di Jakarta

Prof. Dr. Din Syamsuddin.jpg
Prof. Dr. KH. Din Syamsuddin, MA
2005-2010 Malang
Terpilih pada Muktamar Ke–45 di Malang2010-2015 Yogyakarta
Terpilih kembali pada Muktamar Ke–46 (1 Abad) di Jogjakarta

Haedar Nashir
2015-2020
Terpilih menjadi Ketua pada Muktamar ke-47 di Makassar


Itu dulu, Materi Ke-Muhammadiyahannya nggih gan, besok sambung lagi....👌👌👌😊😊

Komentar